tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap dirinya, dengan tersangka Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Luhut mengaku siap memberikan keterangan dan dihukum bila terbukti salah. "Saya siap menjawab pertanyaan Yang Mulia atau penanya-penanya yang lain dan saya akan berikan kesaksian saya yang benar sebagai seorang perwira TNI, perwira Kopassus, saya tidak akan pernah mengingkari apa yang saya lakukan," ucap dia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 8 Juni 2023.
"Saya akan berikan kesaksian itu, saya siap dikonfrontasi, dan saya siap dihukum kalau saya memang salah," lanjut Luhut. Seharusnya Luhut diperiksa sebagai saksi pada 29 Mei 2023, namun ia tidak hadir karena alasan tugas negara.
Dalam perkara ini, Haris Azhar didakwa Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 15 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 310 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Fatia didakwa pasal yang sama dengan Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Problem hukum ini bergulir sejak September 2021. Kasus ketiga orang ini bermula pada sebulan sebelumnya. Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!". Kuasa hukum Luhut menyomasi mereka dalam tempo 5x24 jam sejak surat tersebut diterbitkan.
Hal ini juga berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua. Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.
Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk dengan Luhut.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky